Suhu sekitar 15 derajat kala tiba di tower Tangkuban Parahu yang pertama. Angin menderu dan kabut putih yang pekat menghalangi pemandangan. Kala turun dari mobil langsung terasa dingin menyelinap dari celah-celah baju. Waktu sudah hampir setengah enam sore, artinya tak lama lagi akan berkumandang adzan maghrib, saatnya berbuka puasa. Perjalanan kali ini memang dalam rangka ngabuburit sembari survey ringan.
Karena sedang menggandrungi kawasan Sukawana, kali ini kami menuju tower Tangkuban Parahu yang terletak di puncak gunung. Dulu sekali, rute ini adalah jalur klasik yang kerap dilewati dari arah Situ Lembang atau Jayagiri. Namun itu sudah terlalu lama berlalu, tak ada bayangan samasekali jalannya ke arah sana sekarang. Ini kesempatan baik untuk refresh jalur yang bersejarah ini.
Tiba di warung terakhir sekitar pukul empat sore, kami ngobrol dulu di warung menanyakan arah ke tower. Kebetulan ada kenalan baru di warung, Nicholas, yang bersedia mengantar. Meloncatlah ia ke dalam mobil Landrover, bersama-sama menuju tower.
“Sekitar satu jam dari sini,” ujarnya yakin.
Jalanan koral berlenggak-lenggok sepanjang perkebunan teh, sesekali kami berhenti mengabadikan view kearah Bandung yang tampak luarbiasa darisini. Lambat laun perkebunan teh hilang terlewati, berganti menjadi perbatasan hutan. Sebuah pohon tumbang hampir saja menutupi jalan bila tak tertahan oleh pohon lain diseberang jalan.
“Biarpun dari pohon tumbang, penduduk ga boleh mengambil kayunya,” ujar Nicholas. Ia hapal sekali daerah sini. Kami bertemu di warung yang sama kala sedang hiking ke curug beberapa waktu lalu.
Terkadang landrover yang dikemudikan Gatot melaju pelan sekali penuh kehati-hatian, karena jalan koral sudah benar-benar rusak kala memasuki perbatasan hutan. Hanya kendaraan off road tampaknya yang bisa masuk kesini. Alhasil perkiraan waktunya agak meleset, kami tiba pukul setengah enam.
Cuaca yang buruk di tower dan khawatir dengan situasi jalan di waktu malam, kami tak lama-lama di tower. Cukup tahu akses jalannya dulu kesini, selanjutnya tim hiking akan menyambangi kembali tempat ini dengan perjalanan kaki. Kapan?
“Kalau bisa sebelum bulan puasa berakhir,” ujar Bar datar. Bais dan Gatot berpandangan. Boa edan.. hiking bulan puasa, pikir keduanya.
Perlahan-lahan jip bertenaga badak keluaran tahun 1961 ini bergerak turun, menuju hutan yang temaram tertutup kabut. Kembali ke warung di Sukawana dengan bayangan semangkok indomie rebus dengan telor yang menggoda. @districtonebdg